Rabu, Februari 23, 2011

Thinking Otofdeboks


Rekan-rekan muda yang masih berjiwa muda dan bersemangat muda, mungkin di antara kalian seringkali mendengar istilah “thinking out side the box”. Sebenarnya istilah ini amat identik dengan diri kita yang sering dicap berjiwa pemberontak, ingin lepas dari kemapanan. “Out of the box” arti sederhananya adalah berpikir di luar ‘kotak’, berpikir di luar kebiasaan umumnya atau mempunyai cara yang berbeda dalam memecahkan suatu permasalahan. Atau dengan kata lain, cara berpikirnya menggunakan carapandang dan perspektif yang baru.

Apakah ada yang salah dengan cara berpikir ini? Tentu saja tidak, justru sebagai orang muda, cara berpikir seperti inilah yang mesti ditunjukkan. Sayang jika kita menganggap diri kita masih muda, tetapi kita tidak bisa menunjukkan kualitas kemudaan dalam ide dan cara bertindak kita. “Out of the box” menunjukkan realitas yang kreatif dalam diri kita. Out of the box menunjukkan jatidiri kita.
Masa muda amat identik dengan pertumbuhan. Masa muda adalah periode untuk berkembang menjadi pribadi yang kita impikan dan cita-citakan. Masa muda adalah masa di mana manusia secara psikologis berada pada fase “becoming” di dalam dirinya. Maka dari itu, kesadaran bahwa dirinya tumbuh haruslah dibina dengan cara hidup yang dinamis pula. Aneh rasanya kalau masih muda kehidupannya menunjukkan pola stagnasi. Nah, rekan-rekan muda, pertanyaannya sekarang, kalau kalian belum mengembangkan cara berpikir “out of the box”, kira-kira bagaimana mengembangkannya?

Kita mulai dengan sebuah kisah yang dialami Toni. Suatu hari Toni mendapat jatah memimpin rapat OMK yang agendanya hendak mencari bentuk kegiatan yang perlu dibuat oleh pengurus agar banyak rekan muda mau terlibat dalam kegiatan OMK. Selama ini, OMK di tempatnya seperti mati suri. Secara cacah jumlahnya lumayan banyak, lebih dari seratus orang. Tetapi, dinamika yang dibuat OMK tidak pernah ada berita dan gaungnya. Pengurus OMK sebenarnya ada, tetapi mereka hanya tercantum namanya saja di kepengurusan. Para pengurus bingung mau berbuat apa, sementara kalau mau buat sesuatu saja tidak ada yang berminat ikut. Banyak yang mengatakan kegiatan OMK sekarang sudah terlalu kuno, maka kurang menarik dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan di luar gereja.
Dalam rapat itu, Toni mengumpulkan sumbang saran dari teman-temannya yang masih cukup care dengan kegiatan OMK. Beberapa rekan mengusulkan agar diadakan misa kreatif khusus untuk anak muda. Bicara soal misa kreatif, kegiatan ini sebenarnya sudah dua kali diadakan. Memang tidak dibuat rutin, karena memakan biaya yang besar dan hasilnya tidak terlalu berpengaruh pada OMK. Beberapa rekan mengusulkan acara khusus anak muda seperti acara valentine. Tapi, berhubung waktunya masih lama, mungkin itu untuk rencana jangka panjang saja.
Usulan yang masuk di dalam rapat ini cukup banyak. Namun sebagian besar dari usulan ini selalu terkendala dengan biaya yang dibutuhkan dan jumlah personelnya tidak mencukupi. Maka, lagi-lagi apa yang sudah dibayangkan dan diimpikan pasti jadi mentah lagi.
Apa yang dihadapi Toni dan teman-temannya hampir hanya terkurung di dalam “thinking inside the box”. Mereka hanya berpikir soal yang normal-normal saja. Kira-kira, kalau berpikir tentang “out of the box”, hasilnya akan seperti apa ya?
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk melatih diri kita supaya bisa berkembang dalam pola pikir “out of the box”. Yang pertama adalah terbuka pada sesuatu yang berbeda dan melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda. Dalam kisah Toni tadi, para pengurus sebaiknya mencari cara berpikir yang baru. Jika penggunaan misa kreatif tidak efektif buat mengumpulkan OMK, maka mereka harus mencari cara yang benar-benar baru. Tidak salah bukan, jika cara-cara yang benar-benar baru dicari dan kemudian dicoba. Jika gagal lagi, itu bisa menjadi masukan untuk format dan bentuk kegiatan yang baru lagi.
Yang kedua, belajarlah untuk mendengarkan dan menimba ilmu dari orang lain. Itulah pentingnya ada orang lain. Diri kita selalu punya keterbatasan. Maka, kehadiran orang lain sebenarnya bisa menjadi kekayaan bagi kita. Dalam pengalaman Toni, pantaslah jika pengurus mencoba belajar dari pengalaman OMK di paroki lain. Bisa jadi, di tempat lain ada bentuk baru yang cocok pula di tempat Toni. Belajar pada orang lain berarti belajar juga pada OMK yang separoki, yang tidak terlibat pada kepengurusan. Semestinya mereka ‘jemput bola’, bertanya kepada rekan-rekan muda, kira-kira apa yang mereka inginkan dan impikan sebagai orang muda. Keinginan pengurus belum tentu keinginan dari para peserta. Dengan demikian masukan-masukan akan semakin diperkaya.
Ada pepatah mengatakan “Masuk pintu mereka, ke luar pintu kita.” Demikianlah strategi ini sewajarnya diterapkan dalam menggerakkan orang muda. Pengurus mestinya mencari tahu lewat ‘pintu’ yang dimiliki oleh rekan-rekan muda lainnya, baru nanti setelahnya kita akan mengarahkan mereka pada nilai-nilai (‘pintu kita’) yang kita perjuangkan.
Yang ketiga, menciptakan nilai dengan cara-cara yang baru. Lha, bagaimana itu bisa dibuat? Dalam kisah Toni, misa kreatif yang dibuat sebenarnya membawa nilai yang amat positif. Misa kreatif meningkatkan peranserta OMK dalam ekaristi, yang menjadi sumber dan puncak hidup orang kristen. Dengan peningkatan itu, OMK diharapkan semakin terlibat lebih jauh dalam buah-buah ekaristi. Tetapi, karena ternyata tidak membawa dampak yang signifikan, mengapa tidak dipikirkan cara yang baru. Misalnya, guna mendukung aspek-aspek penting dalam misa kreatif, dibentuklah kelompok-kelompok kategorial seperti kelompok teater, kelompok musik, kelompok penari, kelompok dekorasi, dsb. Kelompok kategorial ini haruslah dibuat kegiatan rutin, entah dalam bentuk latihan mingguan atau workshop kecil guna pengembangan diri. Jika hal ini dipikirkan oleh Toni dan teman-teman pengurus, pastilah mereka tidak akan menemukan kendala yang besar. Sebab, misa kreatif benar-benar berasal dari OMK, dibuat untuk OMK, dan setelahnya juga kembali kepada OMK. Misa kreatif menjadi sebuah lingkaran konsentris dan berkesinambungan. Dari cara seperti ini, kita akan melihat sebuah nilai baru muncul. Tidak lagi hanya nilai partisipasi dalam segi kuantitas tetapi juga nilai kebersamaan sekaligus kualitas diri dalam OMK masing-masing.
Nah, tidak sulit bukan bagi kita untuk berpikir “out of the box”? Kalau begitu, mulailah melatihnya dan mempraktekkannya. Yakinlah kalau kalian terbiasa dengan cara berpikir seperti ini, segala kesulitan dan permasalahan pasti ada jalan keluarnya.***


“Thinking out of the box. Only those who see the invisible can do the impossible.”
- Dr. B. Lown -

Read More...

Kamis, Februari 03, 2011

Out Of The Box

Teman-teman, kamu masih berjiwa muda khan? Kalau memang kamu sadar masih muda, ayo mulailah belajar berpikir “out of the box”! Anak muda itu selalu punya semangat besar, semangat pembaru, semangat yang berbeda dari yang lain. Nah itulah semangat “out of the box”, berani berpikir dan bertindak di luar kemapanan dan kenyamanan.

Tulisan-tulisan sederhana ini bukan bermaksud untuk menggurui siapapun, tapi berniat dalam maksud yang sama dengan konsep “out of the box”. Selamat membaca!

Read More...