Kamis, November 13, 2008

Kereta Menuju Surga

Anda pernah naik kereta api?
Sebagian besar di antara kita tentu pernah naik kereta api, transportasi yang relatif aman dan harga tiketnya juga cukup terjangkau. Seumur hidup, saya sudah berulang kali naik kereta. Mungkin hampir mendekati angka 50 kali. Alasan utama saya memilih moda sarana ini adalah soal kenyamanannya. Kereta khan jalannya rata, tidak akan melewati jalan yang berlubang. Jadi, kalo mau tidur selama di perjalanan jelas tidak akan terganggu.

Waktu kecil, saya pernah punya cita-cita ingin jadi masinis kereta api. Bagi saya, masinis itu begitu heroik. Mereka bisa menjalankan kendaraan berat, dan bekerja mengikuti disiplin perkeretaapian dengan ketat, sebab kalau tidak demikian, mungkin akan ada banyak kecelakaan terjadi.

Di rumah pun, ada mainan kereta-keretaan yang dibelikan orangtua. Waktu senggang biasanya saya pakai untuk bermain. Menarik! Tantangannya: bagaimana harus melangsir kereta, bagaimana menarik gerbong-gerbong dengan perkasanya, dsb?
Sekarang, kalau ditanya teman-teman soal keretaapi, jelas saya merasa cukup menguasainya, dari kereta penumpang ekonomi sampai eksekutif serta kereta barang dan sejenisnya. Pernah, 6 tahun lalu persisnya, saya mencoba naik kereta ekonomi dari Jakarta ke Malang, Jawa Timur. Bagi orang tertentu, itu pilihan yang jelek. Siapa yang mau duduk di kereta kelas ‘kambing’ selama 30 jam? Tapi bagi saya, justru di situlah kenikmatannya naik kereta. Meski 30 jam di kereta, jelas beda dibandingkan naik bis yang ruang geraknya kecil sekali. Di kereta, meski dapat jatah duduk 1 kursi, tidak menutup kemungkinan untuk mengisi waktu senggang dengan jalan-jalan. Mungkin, Anda jarang melakukannya. Cobalah sekali waktu naik kereta, berjalanlah menyusuri lorong-lorong kereta. Ada sesuatu yang menarik. Anda berjalan di atas kereta yang jalan.
Bagi saya naik kereta itu juga memberikan cerminan yang lain. Pernahkah Anda berusaha melihat rel kereta yang Anda lalui? Hal ini mungkin sulit. Kemungkinannya Anda mesti berdiri di depan lokomotif atau sebaliknya di gerbong paling belakang. Tapi, umumnya orang tinggal duduk dan hanya bisa merasakan kalau kereta berjalan di atas rel.
Nah, itulah perjalanan menuju surga. Dalam hidup kita, banyak pengalaman yang seringkali terjadi di luar bayangan kita. Kita punya rencana sendiri, tapi tanpa disadari ada tangan-tangan lain yang ikut membantu kita. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi?
Suatu hari, saya melakukan perjalanan jauh, ziarah semacam itu, tanpa perbekalan yang cukup. Setelah melihat bekal minum sudah habis, saya berkehendak untuk mampir di rumah orang, minta minum. Tapi, apa yang saya dapat? Ternyata tuan rumah, yang saya minta itu malah menawarkan makanan juga. Apakah karena mereka kasihan? Mungkin juga demikian. Tapi, dari sisi lain, saya menangkap ini adalah sebuah pertolongan yang tak diduga.
Begitulah perjalanan ke surga. Kita kerapkali merasakan jalan yang seolah-olah ‘smooth’, lancar, karena di balik itu Tuhan bekerja lewat tangan-tangan orang lain dalam membantu hidup kita.

Tidak ada komentar: