Jumat, Mei 27, 2011

Titipan Untuk Gen. AX dan AY

Teman-teman yang terkasih dan tersayang, postingan kali ini adalah titipan buat teman-teman yang dikenal sebagai Generasi AX dan AY. Ini 2 kasus yang baik untuk kita pelajari bersama. Dua kasus ini adalah gabungan dari beberapa kejadian/kasus di kehidupan nyata. Semoga kita bisa belajar dari 2 kasus ini!

Kasus 1

Tragis sekali nasib Tarno. Dalam peristiwa bentrokan antara Satpol PP dan warga Penjaringan, Jakarta Utara, 5 bulan lalu, Tarno menjadi salah seorang korban dari pihak Satpol. Kondisinya sekarang masih dalam keadaan koma di RS Cipto Mangunkusumo. Keluarganya masih mencoba bersabar menanti kesembuhan Tarno, meskipun telah diusahakan pengobatan sedemikian rupa. Dalam peristiwa bentrokan 5 bulan lalu itu, Tarno dan teman-temannya mendapatkan perintah dari atasannya untuk menertibkan dan menggusur pemukiman di wilayah Penjaringan, karena di lahan itu akan segera dibangun Pembangkit Listrik. Bentrokan itu sendiri terjadi karena warga setempat masih menuntut hak mereka atas biaya ganti rugi. Tetapi pemerintah merasa sudah menjalankan kewajibannya, apalagi pemerintah punya alasan kuat, bahwa pembangunan pembangkit listrik ini akan bermanfaat bagi banyak orang. Pemerintah berasumsi para warga Penjaringan sewajarnyalah harus mau bekerjasama, karena ini demi kepentingan orang banyak. Sementara itu, terlepas dari persoalan bentrokan itu, ayah Tarno sudah pasrah dengan kondisi anaknya, bahkan ayahnya telah mengajukan permohonan kepada rumah sakit supaya mencabut selang saluran makanan tersebut dan merelakan anaknya pergi selamanya. Keluarga besar melihat sudah tidak ada harapan dan tanda-tanda kesembuhan dari diri Tarno. Apalagi keluarga sudah tidak sanggup lagi membiayai perawatannya.

Kasus 2

Santi mendapati dirinya mengandung. Doni, pacarnya marah habis-habisan karena sebulan yang lalu, pada waktu kejadian itu terjadi, Santi tidak mau minum pil anti-hamil, pil yang biasanya dipakai ibu-ibu bila ingin menjalankan program KB. Doni tidak mau bertanggungjawab atas kejadian ini dan menganjurkan Santi untuk menggugurkan kandungannya. Tapi, Santi takut akan tindakan itu. Sebaliknya, Doni juga menakut-nakuti Santi, sebabnya orangtua Santi kebetulan seorang kepala desa. Doni mengancam, jika Santi tidak mau menggugurkan, pasti keluarganya akan marah-marah, sebab itu menjadi sebuah aib buat keluarga. Belum lagi, masa depan Santi masih panjang, dan sekarang Santi juga baru kelas 1 SMA. Jauh sebelum permasalahan ini muncul, proses pacaran Santi dan Doni terbilang belum lama. Mereka baru berpacaran 3 bulan ini. Mulanya mereka bertemu lewat facebook. Lewat media itu, dan setelah bertukar sekian banyak message, Doni ujung-ujungnya mengajak “kopi darat”. Setelah perjumpaan itu, pertemuan mereka semakin sering. Doni tertarik dan memacari Santi, padahal selisih umur mereka lumayan jauh. Doni sendiri sekarang adalah seorang karyawan di sebuah perusahaan yang sudah berumur 27 tahun.


Dari 2 kasus ini, cobalah pikirkan pertanyaan-pertanyaan kritis berikut ini:
  1. Sebutkan apa saja masalah moral yang ada di dalamnya!
  2. Tinjaulah masalah tersebut dengan bahasan teologi moral yang sudah kita dalami dan pelajari!
  3. Dan, berikan tanggapan kritis terhadapnya (ajaran kristiani, ajaran sosial, dsb.)!
  4. Jika memang perlu, buatlah solusi dan tujukan kepada siapa saja solusi tersebut harus diberikan?
Read More...

Kamis, Mei 12, 2011

Perubahan Nama Blog

Teman-teman, ada satu hal yang mau saya informasikan lewat blog ini.
Saya baru saja mengubah satu nama blog dari trilogi blog yang saya miliki dan kelola.

Nama blog yang lama adalah ini:


Sekarang menjadi ini:


Mengenai konten, visi dan misi yang diemban blog tersebut tidak ada perubahan sama sekali.
Ini hanya soal nama blog saja, supaya lebih mendarat dengan isi yang selama ini di posting.
Judul awal agak terlalu luas jangkauannya, padahal isi tulisannya lebih menyangkut soal Indonesia. Dan, memang Indonesia lah yang hendak disasar.

"For better Indonesia" adalah sebuah impian.
Mungkin ada pertanyaan, apakah Indonesia sekarang tidak baik?
Menurut saya, Indonesia sekarang sudah baik. Hanya saja ke-baik-an ini perlu dilanjutkan dan dikembangkan lagi; jangan malah menjadi semakin mundur. Oleh karena itu judulnya "For better Indonesia", untuk Indonesia yang lebih baik lagi. Itulah harapannya! Semoga!
Read More...

Selasa, Mei 10, 2011

“Cémén Loe!”

“True friends are like diamonds, precious and rare. False friends are like leaves, found everywhere.”
--Author Unknown--


Pernah tidak teman-teman dianggap sebagai penakut? Apapun bentuk dan sumber ketakutan itu, kamu pasti pernah mengalami sebuah ketakutan. Seperti yang dialami Dodi ketika diajak teman-temannya untuk cabut dari sekolah.

“Eh, Dod, tahu nggak? Loe tuh masih akan seperti anak kecil, kalau cabut sekali-sekali saja gak berani! Cémén tahu gak sih loe!”

Begitulah teman-teman se-genk-nya menggoda Dodi untuk bolos dari sekolah.
Ya, ketakutan yang dialami Dodi ini adalah ketakutan karena diajak untuk berbuat sesuatu yang buruk. Ketika muncul ketakutan, hati nurani kita menggugat, apakah mau mengambil tindakan tersebut atau mau menolaknya. Selama kamu masih mengalami sebuah ketakutan, berarti kamu masih sadar bahwa perbuatan itu salah. Sebaliknya, kalau kamu sama sekali tidak merasakan ketakutan itu lagi, dan serta merta mengikuti tawaran temanmu, itu berarti kepekaanmu membedakan yang baik dan buruk sudah mulai berkurang.

Tapi, walau begitu, hati nurani kita sebenarnya sama sekali tidak bisa ditipu, atau setidaknya ditutupi atau diabaikan. Hati nurani kita akan menggugat kita pada saat sebelum tindakan dilakukan, pada saat sedang dilakukan dan pada saat setelah tindakan dilakukan. Hanya saja, jika tindakannya terlalu sering diperbuat, ya pastilah, kita akan menganggapnya sebagai sesuatu yang amat biasa. Bukankah, ada pepatah berbunyi “bisa karena biasa, tahu karena mau.” Kita bisa melakukan sesuatu, karena memang kita membiasakan perbuatan tersebut. Kita bisa mengetahui sesuatu karena kita punya kemauan untuk mengetahuinya.

Pengalaman Dodi tadi bisa menjadi semakin berat jika bumbu ceritanya ditambah begini: ketakutan Dodi terjadi bukan karena soal hati nurani saja, tetapi terjadi karena di bawah ancaman teman-temannya. Dia tidak berani melawan, karena takut kelak pertemanan antar mereka menjadi kacau dan mungkin dia bisa dimusuhi teman-temannya. Nah, kalau soal ini, memang lebih agak rumit. Soalnya yang diangkat adalah bagaimana menciptakan sebuah pertemanan yang baik.

Bicara soal pertemanan, memang tidak ada rumusan yang pasti soal ini. Sebab, kita tidak pernah tahu, kelak kita bakal mendapatkan teman seperti apa. Kita hanya bisa mengkondisikan situasinya, memilih sarananya, tetapi orang yang datang kepada kita dan menjadi teman kita itu layaknya seperti sungai mengalir. Let it flows!

Sederhananya begini, misalkan kamu waktu TK-SD sekolah di tempat tertentu, mungkin di kota kecil lalu kemudian sewaktu SMP dan SMA memilih sekolah di kota besar, pasti ragam teman-teman kita akan amat kelihatan. Demikian pun sewaktu kita memilih untuk ikut kegiatan hobi tertentu, misalnya hobi nge-band, pastilah kita akan bertemu teman-teman dengan karakter yang senada. Kalau kita memilih kelompok hobi dance, pasti berbeda pula dengan karakter teman-teman yang biasa nge-band.

Itu tadi baru bentuk kelompok yang kita pilih, selanjutnya pertemanan akan amat bergantung pada pasang-surut kualitas pertemanannya, yang biasanya amat melibatkan emosi kita sendiri. Nah, di sinilah kita bisa menguji bagaimana kita mampu mengembangkan kualitas pertemanan kita. Semakin terlibat secara emosional, kita sebenarnya diuji. Tetapi, sebaliknya kalau kita cuma sekedar ikut-ikutan, tentu saja kualitas pertemanan itu akan biasa-biasa saja.

Andai si Dodi berani menolak tawaran teman-temannya untuk bolos, pasti di situ dimensi emosional antara Dodi dan teman-temannya dilibatkan. Andai Dodi bisa memberi penalaran dan alasan yang baik agar tidak membolos, pastilah teman-temannya ikut berpikir dan mengolahnya. Tetapi, andaikan Dodi hanya ikut saja ajakan teman-temannya, dimensi emosinya tentu saja tidak begitu kelihatan, karena dia hanya sekedar ikut-ikutan, tidak ada banyak pergulatan emosional di sana. Orang yang memilih tindakan berbeda, tentu pergulatannya lebih besar dibandingkan dengan orang yang memilih tindakan yang sama.

Mungkin di kemudian hari ada semacam permusuhan atau penolakan atas dasar keputusan yang dibuat Dodi jika dia tidak menerima tawaran dari teman-temannya. Namun justru di situlah kualitas pertemanan kita diuji. Kalau bentuk pertemanan kita ke arah positif, pastilah teman-temannya akan menjadi sadar atas apa yang telah mereka perbuat. Sebaliknya, jika bentuk pertemanannya ke arah negatif, pastilah teman-temannya akan membiarkan Dodi pergi atau tidak melibatkan lagi Dodi dalam percaturan genk mereka.

Pertanyaannya kemudian adalah kembali ke kita. Kamu sebenarnya mau pilih bentuk pertemanan yang seperti apa? From deep our heart, biasanya kita akan memilih pertemanan yang sehat, pertemanan yang mengembangkan. Benarlah kata pepatah kuno, “Sedikit-sedikit, lama-lama menjadi bukit.” Setiap keburukan-keburukan yang kita tabung sejak dulu, lama-lama kita akan kelak menuai timbunan keburukan yang lebih besar. Kalau kita menabung kebaikan-kebaikan yakinlah bahwa suatu saat kita akan memanen kebaikan-kebaikan yang lebih besar lagi.

Kata Steven Covey, penulis buku Seven Habits, kalau mau jadi manusia efektif, kita harus membuat rekening bank emosional. Kalau sejak kecil kita terbiasa menabung emosi-emosi yang buruk, tabungan kita kelak hanya akan berbuah emosi yang buruk pula. Demikian pun sebaliknya, kalau kita sudah membiasakan menabung emosi-emosi yang baik, tabungan kita akan penuh dengan hal-hal yang baik pula.

So, teman-teman, membangun pertemanan itu memang gampang-gampang susah, atau mungkin susah-susah gampang. Terlepas bahwa pertemanan itu seperti sungai mengalir, pasang-surutnya tergantung pada situasi dan kondisi masing-masing pribadi, tetapi peran kita tetaplah besar. Sejauh kita mau terbuka, dimensi emosi dan afektif kita tunjukkan, pastilah pertemanan yang kita buat akan semakin positif.

Sekarang kita mau menuai yang mana nih? Tinggal teman-teman yang menentukannya. Siapa menabur angin, dia akan menuai badai. Segala yang kita buat, kita harus siap menerima segala resikonya kelak.
Read More...